Tradisi Lebaran Penuh Kenangan



Kalau bicara tentang tradisi lebaran, pasti akan berbeda-beda tiap keluarga.
Seperti tradisi Lebaran yang ada di keluarga saya, berawal dari keluarga nenek dari Bapak dan Ibu dimana mereka berasal dari satu desa yang sama di lereng gunung Raung.

Sejak kecil, setiap Lebaran kami wajib mudik ke rumah nenek. Bahkan saudara-saudara yang tinggal di luar pulau pun, akan menyempatkan diri untuk pulang demi berkumpul dan bersilaturahmi bersama di desa nenek. Maklum, hampir satu desa statusnya adalah saudara. Entah itu saudara jauh, saudara dari kakeknya paman, saudara dari ibunya kakeknya ponakan Bapak, yang terkadang membuat saya mengernyitkan dahi saat mendengar silsilah kekerabatan kami.

Sampai saat sudah berkeluarga pun, tradisi ini tetap berlanjut. Meski sekarang tinggal satu nenek saja dari pihak Ibu, setiap tahun kami sekeluarga akan tetap berkumpul di desa nenek untuk kemudian bersama-sama berkeliling mengunjungi rumah saudara lainnya di desa tersebut. Hanya saja perkecualian bagi saya, tradisi kumpul di rumah nenek ini, jadi terbagi setiap dua tahun sekali karena harus mudik ke rumah mertua yang berbeda kota dengan desa nenek.

Saking kuatnya tradisi kumpul keluarga ini, Ber-lebaran di rumah orangtua pun kami lakukan setelah menyelesaikan misi silaturahmi dan berkeliling ke sanak saudara di desa nenek.

Seiring waktu saya juga beralih dari yang tadinya menerima THR yang berlimpah dari paman, tante, budhe dan pakdhe sedesa menjadi yang menyiapkan THR untuk keponakan-keponakan dan cucu-cucu dari saudara yang kami temui saat berkeliling di desa nenek. Karena memberi THR atau angpau Lebaran juga menjadi tradisi turun-temurun di keluarga besar saya.

Hal yang lucu adalah ketika anak saya berujar "Aku mau bawa tas ya ma, buat naruh uang dari orang-orang nanti"
Dan saya menanggapi sambil tertawa "Memangnya nanti pasti dapat uang banyak dek?"
Si kecil menjawab "iya lah ma, kan ini Lebaran"

Persis sama deh seperti pemikiran saya saat kecil dulu, Lebaran menjadi ajang mengumpulkan pundi-pundi uang yang bisa saya gunakan untuk membeli apapun yang saya mau, karena orang tua saya membebaskan uang THR yang saya kumpulkan untuk belanja apapun asalkan bermanfaat untuk saya.*

Tradisi lainnya adalah membuat ketupat sendiri. Karena hidup di desa, nenek selalu membuat ketupat sendiri dengan mengumpulkan daun janur dari kebun kelapa di belakang rumah. Kakek sendiri mengajarkan cara membuat beragam jenis ketupat saat saya masih duduk di bangku SD dan sejak itu, Jadilah saya sedari kecil menjadi asisten kakek dalam membuat ketupat. Bahkan sejak Kakek tiada, saya selalu menjadi penganyam ketupat di rumah nenek yang saya kerjakan sebelum saya kembali berangkat untuk kuliah atau bekerja.
Berkat Kakek, saya jadi tahu bahwa ada beragam tipe ketupat. meski sudah banyak yang lupa, ada dua 3 jenis yang masih saya ingat yaitu KETUPAT SINTO, KETUPAT BAWANG dan KETUPAT KODOK. Lucu-lucu ya namanya.


Ketupat Kodok

Ketupat Sinto

Tradisi membuat ketupat ini berlanjut saat saya sudah berkeluarga. Suami yang "syukurnya" terbiasa mencari janur dan membuat ketupat juga *maklum sama-sama berasal dari desa*, didaulat untuk menjadi pencari janur sementara saya tetap menjadi penganyam ketupatnya.
Bagus juga sih untuk memupuk ke-solid-an sesama pembuat ketupat *eh..* dan sepertinya setelah ini saya bisa punya usaha bikin sendiri deh dengan suami *hehehe*

Ketupat Bawang

Yang terakhir, tradisi makan di tempat saudara yang kami kunjungi. Kalau di desa nenek saya, makanannya tidak jauh-jauh dari ketupat dan lauk khas desa seperti sambal kentang, sayur lompong, ayam opor dan rujak uleg sayur.
Sementara di kampung mertua, hampir semua rumah memiliki menu yang sama, BAKSO. Maklum saja, kampung mertua terletak di kota yang terkenal produk baksonya. Malahan, banyak dari penduduknya yang berprofesi menjadi penjual bakso keliling maupun rumahan di kampungnya sendiri maupun di perantauan.

Terbayang kan, kami harus menyiapkan perut demi menghormati setiap kerabat yang menjamu dengan makanan berat. Hal yang sama pun terjadi saat ada kerabat jauh yang datang berkunjung, kami pun berganti menjamu mereka dengan masakan khas keluarga.

Oh iya soal jamu menjamu ini, saya jadi teringat saat masih tinggal di Gorontalo. disitu ada tradisi unik saat Hari Kupatan atau 7 hari setelah Idul Fitri.
Semua penduduk mengadakan "Open House" yaitu kebebasan untuk bersilaturahmi dan mencicipi masakan di setiap rumah tanpa haru mengenal si pemilik rumah.
Seru dan lucu saat saya ikut berkeliling bersama teman sekantor untuk mengikuti tradisi ini.

Wah, jadi makin gak sabar menunggu saat Lebaran di kampung halaman ya.

2 comments:

  1. "Anda Merasa kurang hoki bermain judi di situs lain ? atau Ingin mendapatkan income tanpa bekerja ?"

    KAMI HADIR UNTUK ANDA , MARI BERGABUNG BERSAMA KAMI DI DOMINO206

    PRESENTASI KEMENANGAN 80% ( MENANG ATAU KALAH TETAP DAPAT BONUS )

    100 % PLAYER vs PLAYER !!

    Hanya dengan 1 USER ID anda bisa main 9 GAMES :

    * Bandar Poker | Poker Online | Capsa Susun | DominoQQ | BandarQ | AduQ | SAKONG ONLINE |Bandar66|Perang Baccarat |

    * Pendaftaran FREE ==> * Minimal Deposit HANYA Rp.20.000,

    * Minimal Withdraw HANYA Rp.20.000,

    * Bonus Turn Over 0,2% SETIAP 5 HARI DIBAGIKAN * Bonus Referral 15% Seumur Hidup * MEGA JACKPOT RATUSAN JUTA RUPIAH * Customer Service siap melayani anda 24 jam

    Untuk informasi lebih lengkap silahkan Hubungi Customer Service kami :

    LINE : DOMINO206

    WA: +85515982089

    ReplyDelete
  2. Thanks infonya. Oiya ngomongin Lebaran, ada fakta menarik yang perlu temen-temen tahu. Biasanya, karena berbagai aktivitas yang dilakukan, pengeluaran akan menjadi bengkak setelah menjalani momen bahagia tersebut. Tapi tenang, selalu ada solusi di tiap permasalahan. Simak langsung di sini ya: Keuangan berantakan usai Lebaran? Ini cara mengatasinya!

    ReplyDelete